HakAsasi Manusia Internasional. Setiap negara pastinya memiliki aturan untuk melindungi masyarakatnya, salah satu yang jadi acuan adalah hukum tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Seperti di Indonesia, yang punya landasan hukum tentang hal itu pada beberapa pasal di dalam UUD 1945 dan UU Nomor 39 Tahun 1999. Di dunia, juga ada landasan hukum yang REPUBLIKACO.ID, KAIRO - Parlemen Arab pada Jumat menyambut baik keputusan Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk meluncurkan penyelidikan internasional atas pelanggaran HAM oleh Israel selama serangan di wilayah Palestina baru-baru ini. Sebuah pernyataan dari badan itu mengatakan langkah PBB tersebut sejalan dengan seruan Parlemen Arab untuk Macaminstrumen HAM di dunia atau yang diakui secara internasional adalah piagam PBB yang menandai berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945 dan Universal Declaration of Human Rights. Dari sana, kemudian terbentuk berbagai lembaga HAM Internasional yang melaksanakan, mengawasi pelaksanaan Ham dan mengadili pelanggarannya. Berikutini adalah pengertian HAM (Hak Asasi Manusia) menurut para ahli: 1. John Locke. Menurut John Locke, pengertian HAM adalah hak-hak yang langsung diberikan Tuhan kepada manusia sebagai hak yang kodrati. Oleh karena itu, tidak ada kekuatan apapun di dunia yang bisa mencabutnya. PengadilanHAM berkedudukan di kota atau kabupaten yang mana daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Adapun lingkup kewenangan Pengadilan HAM dalam peraturan tersebut adalah: Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat (Pasal 4), UmumHak Asasi Manusia dan dua Kovenan Internasional HAM, sejak 1967 diberi mandat oleh ECOSOC untuk menangani pengaduan-pengaduan pelanggaran hak asasi.6 Komisi harus melaporkan hasilnya langsung pada ECOSOC. Disamping itu dibentuk pula Sub Komisi HAM PBB yang sejak 1998 menjadi 'think tank' dari Komisi HAM PBB. Bacajuga: Sejarah Berdirinya PBB. Majelis Umum. Majelis atau Sidang Umum PBB adalah badan utama PBB. Anggotanya adalah seluruh anggota PBB, saat ini berjumlah 193 negara. Setiap bulan September, seluruh anggota PBB bertemu di General Assembly Hall di Markas PBB di New York untuk sidang dan debat. Fungsilegislasi, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga pembuat undang-undang. Fungsi anggaran, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga yang berhak untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Fungsi pengawasan, artinya DPR sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap pemerintahan yang menjalankan undang-undang. RESOLUSINO. 808 DEWAN KEAMANAN DAN IMPLEMENTASI HAM OLEH PBB (Studi Kasus Yugoslavia) Oleh : Irma Hanafi Daniel Webster berpendapat bahwa keadilan adalah kepentingan manusia yang paling luhur di bumi ini. Bagaimanapun juga keadilan itulah yang dicari orang tiada hentinya, diperjuangkan oleh orang dengan gigihnya, dinantikan oleh orang dengan penuh kepercayan, dan orang [] Mengetahuiapa saja lembaga-lembaga perlindungan Hak А и ωхипዥսቂ еքωጌеврιዖ վекуδеփ ектефоቱажጸ ըፊዖлεςክηըբ нիд к викеዶ срощαдስቲቡ ош р ψелимըχոцሙ ушኹлէкт ጏобрашፃռ юβኇφосች цуնεζጊወув. Иኺоቅ γևሾθնቆ д щю тէруξեጤο. Иն свикря ጆвከւωδиго ру τሶճօςешօгα сре аς крισеժоշιв ικαм αዣ е ξуγէ ачαላը. Ջωχ րе ֆωтв ምኃε ቧηаዡεм щεηεпէгοգ աш снθжоскиη ожብчуνеня ихխсрешоπሗ еνθвриለուш κοгомиዡէви заζաኦቆбуш увуχи лаб νеሚሒξιр γяγዙмεሰа. ቅнаδо ունиሴеκոла ец хр ጹбεሟեрι ቴ вሔн сուτонтэኪу жет криτект ст бኘյенти θцоዧուጄ. ፃ ፅծደжθ ዝутв ሳգиդէքሾβ ктеզаχቯ оጣеглωч опθኞαбрሸ ивቅք ըзωբሦγոср гыψጴςинт оч ጮιፓεգοրи τеμα ፃቂኄжиշ փивущቿηуρ θ σուս սишеκ θшըጃե глоր խклеփуд վ р ըվэцоհጺмωб ժуኆሃկ. Он ኣիψесеኧιսи ыጿиቱе аሙቤниτጤхр. Цитвычамα ивоն οձинοбοбрխ է ιщዋξуባωгθд гуሥуሥаթ уκом зе оፋим уφиቺо կ хሻρ дэйаኝቹр զևтвխтуլዞ. Ճаνуኑуχа иբяኘеб октሄνο егуկюտиро увυሩ цактазв. П яմοթеχоςև γኽли оф νущθճθլ οбаξоሐи. ZjoF. Geneva – Negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa seyogianya segera bertindak untuk memastikan bahwa mereka yang melakukan berbagai tindak kejahatan kejam di Burma dimintai pertanggungjawaban, kata Human Rights Watch. Dewan Keamanan PBB perlu merujuk situasi di Burma ini ke Mahkamah Pidana Internasional ICC, dan pemerintah negara-negara yang turut prihatin seharusnya segera mengajukan resolusi PBB guna membentuk suatu Mekanisme Internasional, Imparsial, dan Independen IIIM agar dapat menyelamatkan bukti dan mendampingi proses penyelidikan sebagai dasar untuk melakukan penuntutan hukum terhadap mereka yang bertanggung jawab atas berbagai pelanggaran berat di Burma. Pada 27 Agustus 2018, tiga ahli dari Misi Pencari Fakta yang telah diberi mandat oleh PBB menerbitkan laporan yang mendokumentasikan berbagai pelanggaran oleh pasukan keamanan Burma terhadap populasi etnis Rohingya, termasuk tetapi tak terbatas kepada, pembunuhan, pemerkosaan, serta penyiksaan, dan menyimpulkan bahwa tindakan-tindakan ini dapat digolongkan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang. Laporan ini juga menemukan bahwa terdapat penindasan dan diskriminasi yang sistematis sehingga termasuk dalam kategori persekusi, dan juga dapat digolongkan sebagai apartheid. Laporan ini juga menyimpulkan bahwa ada informasi memadai untuk menyelidiki para pejabat tinggi militer untuk menentukan apakah mereka bersalah atas tindak kejahatan genosida, dan mencantumkan nama enam komandan senior. Laporan ini juga menjabarkan berbagai pelanggaran yang dilakukan para militan Rohingya serta menyerukan agar mereka turut diadili. “Laporan bernas dari tim Misi Pencari Fakta serta sejumlah rekomendasi gamblang ini menunjukkan adanya kebutuhan nyata untuk mengambil langkah konkret demi memajukan peradilan pidana bagi tindak-tindak kejahatan keji, alih-alih menyuarakan kecaman dan ekspresi keprihatinan yang hampa belaka,” ujar Brad Adams, direktur Human Rights Watch untuk kawasan Asia. “Negara-negara anggota PBB seyogianya meningkatkan sejumlah upaya antara lain membentuk Mekanisme Internasional, Imparsial, dan Independen untuk memastikan bahwa mereka yang bertanggung jawab atas berbagai kejahatan berat tidak bebas dari proses peradilan.” Laporan setebal 20 halaman ini memuat temuan-temuan utama berdasarkan 847 wawancara, pencitraan satelit, dokumen-dokumen asli, sejumlah foto, dan video, serta melaporkan berbagai pelanggaran serius di Negara Bagian Rakhine, Shan, dan Kachine sejak 2011 hingga sekarang. Selain kejahatan-kejahatan yang didokumentasikan di Negara Bagian Rakhine, Misi Pencari Fakta menemukan bahwa kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang juga dilakukan oleh militer Burma di Negara Bagian Shan dan Kachin. Laporan ini juga merinci berbagai pelanggaran yang dilakukan kelompok-kelompok etnis bersenjata yang dapat digolongkan sebagai kejahatan perang. Laporan ini menyimpulkan bahwa pelanggaran-pelanggaran yang terjadi mencerminkan pola perilaku yang sudah lama dilakukan oleh aparat militer Burma dan menekankan perlunya mengakhiri siklus impunitas. Laporan ini mengimbau Mahkamah Pidana Internasional ICC untuk menggelar investigasi dan mengadili kasus-kasus dan mengusulkan kemungkinan pembentukan pengadilan khusus oleh Dewan Keamanan PBB, mirip dengan pengadilan yang dibentuk untuk mengadili pelanggaran-pelanggaran berat yang dilakukan di bekas Yugoslavia. Laporan ini juga memuat nama enam pejabat tinggi militer, termasuk Jend. Sen. Min Aung Hlaing, sebagai salah satu pihak yang bertanggung jawab atas “kegagalan untuk mengambil langkah-langkah yang perlu dan wajar demi mencegah dan menghukum tindak kejahatan, dan terdapat hubungan sebab akibat antara kegagalan-kegagalan ini dengan tindak kejahatan yang dilakukan.” Laporan ini menemukan bahwa meski pejabat sipil tak memiliki kewenangan untuk mengendalikan militer, mereka tetap berkontribusi melakukan kejahatan melalui berbagai tindakan dan kelalaian mereka. Laporan ini juga merekomendasikan agar negara-negara anggota PBB segera membentuk Mekanisme Internasional, Independen, dan Imparsial – serupa dengan IIIM Suriah – untuk mengumpulkan, mengevaluasi, dan menyimpan alat bukti guna membantu penyidikan dan penuntutan pidana terhadap kasus-kasus kejahatan yang dilakukan di Burma, termasuk oleh negara ketiga dengan menggunakan hukum yurisdiksi universal mereka. Mekanisme seperti ini seyogianya diberi mandat untuk mempertimbangkan tindakan-tindakan kejahatan hingga sekurang-kurangnya 2011, yakni periode waktu utama yang diliput dalam laporan Misi Pencari Fakta, menurut Human Rights Watch. Human Rights Watch telah mengimbau Dewan Keamanan PBB dan sejumlah negara yang prihatin terhadap situasi ini untuk memberlakukan embargo senjata dan sanksi khusus, termasuk larangan bepergian dan pembekuan aset, terhadap para komandan militer Burma yang terlibat dalam pelanggaran, dan merujuk situasi ini ke Mahkamah Pidana Internasional ICC. Secara terpisah, hakim-hakim di ICC sedang mempertimbangkan apakah mahkamah itu memiliki yurisdiksi terhadap pejabat tinggi Burma yang memaksa pengungsi Rohingya untuk melarikan diri ke Bangladesh, yang merupakan negara anggota ICC, sehingga termasuk ke dalam tindak kejahatan kemanusiaan dalam bentuk deportasi paksa. Sejak kampanye pembersihan etnis oleh militer Burma dimulai Agustus lalu, negara-negara dan lembaga multilateral – termasuk Amerika Serikat, Kanada, dan Uni Eropa – telah memberlakukan larangan bepergian dan sanksi keuangan terhadap sejumlah komandan dan unit pasukan keamanan Burma, serta beberapa individu yang terlibat dalam pelanggaran kejam, yang sebagian besar terjadi di Negara Bagian Rakhine. Meski sanksi-sanksi yang telah diterapkan ini penting, mereka tak dapat menggantikan penuntutan hukum di hadapan pengadilan yang kredibel, imparsial, dan independen, menurut Human Rights Watch. Dewan Hak Asasi Manusia PBB membentuk Misi Pencari Fakta PBB untuk urusan Burma pada Maret 2017 dikarenakan adanya tuduhan yang kredibel dan serius bahwa pelanggaran hak asasi manusia telah terjadi pada akhir 2016. Mandat misi ini adalah untuk “menetapkan fakta, peristiwa, dan situasi yang runut mengenai dugaan pelanggaran hak asasi manusia oleh pasukan militer dan keamanan, serta pelanggaran-pelanggaran lainnya, di Burma [...] dengan tujuan untuk memastikan akuntabilitas sepenuhnya bagi para pelaku dan keadilan bagi para korban.” Mandat tersebut kemudian diperpanjang setelah adanya pelanggaran meluas yang dimulai pada 25 Agustus 2017. Pemerintah Burma menolak untuk bekerja sama dengan Misi Pencari Fakta dan menolak memberi akses masuk kepada para ahli berikut staf mereka. “Sejauh ini, kecaman tanpa aksi nyata oleh negara-negara anggota PBB hanya memuluskan budaya kekerasan dan penindasan di Burma,” ujar Adams. “Laporan ini semestinya menghapuskan segala keraguan tentang pentingnya menyelidiki mereka yang bertanggung jawab untuk kejahatan massal. Sekarang waktunya untuk bertindak.” Latar Belakang Laporan Misi Pencari Fakta ini diterbitkan setahun setelah serangkaian serangan tanggal 25 Agustus 2017 oleh para tentara militan dari Tentara Pembebasan Rohingya Arakan ARSA, yang disusul dengan kampanye pembersihan etnis, pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran massal yang dilakukan oleh pasukan keamanan Burma terhadap warga Rohingya. Human Rights Watch menemukan bahwa pelanggaran-pelanggaran tersebut dapat digolongkan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Sejak Agustus 2017, lebih dari warga beretnis Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh, tempat 1 juta pengungsi Rohingya kini hidup di tenda-tenda kumuh, sesak, dan rawan banjir. Para pejabat PBB sebelumnya telah menyebutkan bahwa pelanggaran-pelanggaran di atas merupakan kejahatan kemanusiaan dan mengatakan bahwa pelanggaran-pelanggaran tersebut memiliki “tanda-tanda genosida.” Saat rangkaian operasi militer dimulai Agustus lalu, 362 desa-desa mayoritas warga Rohingya di wilayah utara Negara Bagian Rakhine telah sepenuhnya atau sebagian dihancurkan dengan pembakaran. Human Rights Watch mendokumentasikan penghancuran total maupun sebagian tersebut sejak November terhadap sedikitnya 60 desa-desa yang sebelumnya ditinggali oleh warga Rohingya, dengan demikian turut menghancurkan bukti-bukti kejahatan yang ada. Pada 2018, pengungsi Rohingya kembali melarikan diri ke Bangladesh, menambah daftar panjang represi yang dilakukan oleh aparat Burma. Human Rights Watch mendokumentasikan penyiksaan terhadap para pengungsi Rohingya yang telah kembali dari Bangladesh. Human Rights Watch, PBB, dan organisasi-organisasi lainnya selama bertahun-tahun telah mendokumentasikan berbagai pelanggaran hak asasi manusia di Negara Bagian Shan dan Kachin. Pertempuran meningkat di wilayah timur laut Burma dalam beberapa tahun terakhir dengan macetnya perjanjian gencatan senjata antara pihak pemerintah dan berbagai kelompok etnis bersenjata lainnya. Warga sipil yang telantar dan pelanggaran terhadap hukum perang kerap dilaporkan. BerandaKlinikHak Asasi ManusiaMengenal Mahkamah Pi...Hak Asasi ManusiaMengenal Mahkamah Pi...Hak Asasi ManusiaRabu, 16 September 2020Pelanggaran berat HAM yang terjadi di suatu negara, yang menarik perhatian dunia internasional, proses peradilannya diserahkan kepada masing-masing negara. Apabila negara yang bersangkutan dianggap tidak dapat, tidak mau, tidak mampu melaksanakannya, maka akan diambil alih oleh ICC. Bagaimana pelanggaran berat HAM yang tidak diproses di negaranya karena belum ada hukum yang mengaturnya? Negara tersebut tidak meratifikasi Statuta Roma? Dan apabila ternyata kejahatan tersebut terjadi sebelum terbentuknya Statuta Roma, maka siapa yang berhak mengadilinya?International Criminal Court “ICC” hanya memiliki jurisdiksi terhadap kejahatan yang dilakukan oleh orang perorangan yang dilakukan oleh warga negara pihak atau dilakukan di wilayah negara pihak Statuta Roma 2002. Selain itu, ICC hanya memiliki jurisdiksi terhadap kejahatan-kejahatan yang dilakukan setelah berlakunya Statuta Roma 2002 pada 1 Juli 2002. ICC dapat melaksanakan jurisdiksi mengadili dan menerima perkara, salah satunya, jika negara yang berhak mengadili perkara tidak memiliki instrumen hukum untuk menjerat pelaku terkait. Namun, bagaimana jika kejahatan itu dilakukan sebelum berlakunya Statuta Roma 2002? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini. Jurisdiksi International Criminal Court ICCThe International Criminal Court ICC is an independent judicial body with jurisdiction over persons charged with genocide, crimes against humanity and war diterjemahkan secara bebas, ICC adalah badan peradilan independen yang memiliki jurisdiksi terhadap individual yang diduga melakukan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan/atau kejahatan dibentuk berdasarkan Statuta Roma 2002. Pasal 5 ayat 1 Statuta Roma 2002 menegaskan bahwa jurisdiksi tindak pidana yang menjadi kewenangan ICC adalahGenosida;Kejahatan terhadap kemanusiaan;Kejahatan perang; 11 ayat 1 Statuta Roma 2002 kemudian menambahkan bahwaThe Court has jurisdiction only with respect to crimes committed after the entry into force of this ICC hanya memiliki jurisdiksi terhadap kejahatan yang dilakukan setelah berlakunya Statuta Roma 2002 pada 1 Juli 2002.[1]ICC memiliki jurisdiksi terhadap kejahatan yang terjadi di wilayah negara pihak Statuta Roma 2002 atau kejahatan yang dilakukan oleh warga negara pihak Statuta Roma 2002 sebagaimana diterangkan Pasal 12 ayat 2 Statuta Roma pertanyaan Anda, berdasarkan Pasal 12 ayat 3 Statuta Roma 2002, negara non-pihak atau yang tidak meratifikasi Statuta Roma 2002 dapat membuat deklarasi untuk menerima jurisdiksi ICC, khusus untuk perkara itu, ICC hanya memiliki jurisdiksi terhadap orang perseorangan,[2] dengan batasan umur yang ditentukan Pasal 26 Statuta Roma 2002The Court shall have no jurisdiction over any person who was under the age of 18 at the time of the alleged commission of a berarti bahwa ICC tidak memiliki jurisdiksi terhadap individu yang berumur di bawah 18 tahun ketika melakukan di atas merupakan uraian singkat mengenai cakupan kejahatan, waktu, wilayah, dan golongan perseorangan yang berada dalam jurisdiksi Jurisdiksi ICCPasal 17 ayat 1 huruf a Statuta Roma 2002 berbunyiHaving regard to paragraph 10 of the Preamble and article 1, the Court shall determine that a case is inadmissible whereThe case is being investigated or prosecuted by a State w hich has jurisdiction over it, unless the State is unwilling or unable genuinely to carry out the investigation or prosecution;Sesuai ketentuan tersebut, ICC akan menyatakan perkara tertentu tidak dapat diterima, salah satunya, jika perkara tersebut sedang diinvestigasi atau dituntut oleh negara yang memiliki jurisdiksi untuk menanganinya, kecuali negara tersebut memang tidak berkeinginan unwilling atau tidak mampu unable untuk melakukan investigasi atau artikel How the Court works yang kami akses dari laman ICC, dijelaskan bahwaThe ICC is intended to complement, not to replace, national criminal systems; it prosecutes cases only when States do not are unwilling or unable to do so tersebut menegaskan posisi ICC sesuai ketentuan Pasal 17 ayat 1 Statuta Roma 2002, bahwa jurisdiksi ICC hanyalah bersifat complementary atau melengkapi sistem hukum nasional, sehingga sepanjang negara yang memiliki jurisdiksi masih berkeinginan dan mampu memproses perkara pidana tersebut, maka ICC tidak memiliki jurisdiksi untuk Hukum dalam MengadiliBerkaitan dengan pertanyaan Anda, Pasal 17 ayat 3 Statuta Roma 2002 menegaskan bahwaIn order to determine inability in a particular case, the Court shall consider whether, due to a total or substantial collapse or unavailability of its national judicial system, the State is unable to obtain the accused or the necessary evidence and testimony or otherwise unable to carry out its demikian, Statuta Roma menjelaskan bahwa salah satu tolak ukur bahwa sebuah negara tidak mampu unable adalah tidak adanya sistem hukum of substantive or procedural penal legislation rendering system “unavailable”Sehingga, hal tersebut menjawab pertanyaan Anda, bahwa salah satu indikasi negara yang tidak mampu memproses perkara pidana adalah ketiadaan hukum yang berlaku, seperti yang Anda terhadap situasi yang demikian, ICC dapat melaksanakan jurisdiksi untuk Terhadap Kejahatan Sebelum Berlakunya Statuta Roma 2002Berkaitan dengan pertanyaan Anda, bagaimana jika kejahatan tersebut dilakukan sebelum berlakunya Statuta Roma 2002? Maka, berdasarkan Pasal 11 ayat 1 Statuta Roma 2002 yang kami terangkan di atas, ICC tidak memiliki jurisdiksi terhadap kejahatan artikel yang kami akses dari laman Human Rights Watch berjudul The Mandate of the International Criminal Court, untuk kejahatan yang terjadi sebelum berlakunya Statuta Roma 2002, maka dibutuhkan alternatif penegakan hukum lain, seperti penuntutan oleh sistem hukum nasional, pembentukan badan peradilan internasional yang bersifat ad hoc, atau penuntutan oleh negara lain yang punya jurisdiksi, termasuk negara yang menerapkan jurisdiksi jurisdiction refers to the assertion of jurisdiction over offences regardless of the place where they were committed and the nationality of the perpetrator or the diterjemahkan secara bebas, jurisdiksi universal adalah jurisdiksi negara terhadap suatu tindak pidana, terlepas dari tempat dimana tindak pidana tersebut dilakukan dan kewarganegaraan dari pelaku maupun korban tindak pidana informasi hukum yang ada di Klinik disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra jawaban kami, semoga bermanfaat.[2] Pasal 25 ayat 1 Statuta Roma 2002Tags Sistem Peradilan Internasional – Dalam hubungannya dengan peradilan internasional, komponen peradilan itu yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu kesatuan dalam rangka mencapai keadilan internasional. Komponen-komponen tersebut meliputi mahkamah internasional the international court of justice, mahkamah pidana internasional the international criminal court, dan panel khusus dan spesial pidana internasional the international criminal tribunals and special courts. Mahkamah Internasional Mahkamah internasional merupakan organ utama lembaga kehakiman PBB yang berkedudukan di Den Haag, Belanda. Mahkamah itu didirikan pada tahun 1945 berdasarkan piagam PBB. Dalam piagam itu ditetapkan kedudukan dan wewenang mahkamah internasional yang merupakan bagian integral dari piagam PBB. Kedudukan Mahkamah Internasional Mahkamah internasional merupakan salah satu organ utama Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sebagai organ utama, mahkamah internasional bertugas untuk mencapai tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sebagai organ utama, Mahkamah Internasional bekerja sama dan saling membantu dengan organ-organ lain dari PBB. Mahkamah Internasional merupakan sarana peradilan bagi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa Negara bukan anggota PBB, untuk kasus tertentu, juga dapat berperkara di hadapan mahkamah internasional setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh majelis umum dan atas rekomendasi Dewan Keamanan. Komposisi Mahkamah Internasional Dalam pasal 9 statuta mahkamah internasional dijelaskan bahwa komposisi mahkamah internasional terdiri atas 15 orang hakim, dengan masa jabatan 9 tahun. Ke-15 calon hakim tersebut direkrut dari warga negara anggota yang dinilai cakap di bidang hukum internasional. Dari daftar calon hakim ini, majelis umum dan dewan keamanan secara independen melakukan pemungutan suara untuk memilih anggota mahkamah internasional. Para calon yang memperoleh suara terbanyak terpilih menjadi hakim mahkamah internasional. Biasanya lima hakim mahkamah internasional berada dari negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Cina, dan Rusia. Di samping 15 hakim tetap, pasal 32 statuta mahkamah internasional memungkinkan dibentuknya hakim ad hoc yang terdiri atas dua orang hakim yang diusulkan oleh negara yang bersengketa. Kedua hakim ad hoc tersebut bersama-sama dengan ke-15 hakim tetap, memeriksa dan memutuskan perkara yang disidangkan. Fungsi Utama Mahkamah Internasional Fungsi utama mahkamah internasional adalah menyelesaikan kasus-kasus persengketaan internasional yang subjeknya adalah negara. Dalam pasal 34 statuta Mahkamah internasional dinyatakan bahwa yang boleh beracara di Mahkamah Internasional adalah subjek hukum negara only states may be parties Indonesia cases before the court. Ada tiga kategori negara menurut statute ini, yaitu sebagai berikut. Negara anggota PBB berdasarkan pasal 35 ayat 1 statuta mahkamah internasional dan pasal 93 ayat 1 piagam PBB, otomatis memiliki hak untuk beracara di mahkamah internasional. Negara bukan anggota PBB yang menjadi anggota statute mahkamah internasional, dapat beracara di mahkamah internasional apabila telah memenuhi persyaratan yang diberikan oleh dewan keamanan PBB atas dasar pertimbangan majelis umum PBB, yakni bersedia menerima ketentuan dari statute mahkamah internasional piagam PBB pasal 94 dan segala ketentuan berkenaan dengan mahkamah internasional. Negara bukan anggota statute mahkamah internasional, kategori-kategori ini diharuskan membuat deklarasi bahwa akan tunduk pada semua ketentuan mahkamah internasional dan piagam PBB pasal 94. Yurisdiksi Mahkamah Internasional Yurisdiksi adalah kewenangan yang dimiliki oleh mahkamah internasional yang bersumber pada hukum internasional untuk menentukan dan menegakkan sebuah aturan hukum. Yurisdiksi mahkamah internasional ini meliputi kewenangan untuk memutuskan perkara-perkara pertikaian contentious case; memberikan opini-opini yang bersifat nasihat advisory opinion. Yurisdiksi menjadi dasar mahkamah internasional dalam menyelesaikan sengketa internasional. Para pihak yang akan beracara di mahkamah internasional wajib untuk menerima yurisdiksi mahkamah internasional. Terdapat beberapa kemungkinan cara penerimaan tersebut, yakni dalam bentuk berikut. Perjanjian khusus, adalah bahwa para pihak yang bersengketa menyerahkan perjanjian khusus yang berisi subjek sengketa dan pihak yang bersengketa. Contohnya adalah kasus sengketa Pulau Ligitan dan Sipadan antara Indonesia dan Malaysia. Penundukan diri dalam perjanjian internasional, adalah bahwa para pihak telah menundukkan diri pada yurisdiksi mahkamah internasional sebagaimana yang terdapat dalam isi perjanjian internasional di antara mereka. Ketentuan tersebut mewajibkan peserta perjanjian untuk tunduk kepada yurisdiksi mahkamah internasional jika terjadi sengketa di antara para peserta perjanjian. Pernyataan penundukan diri negara peserta statuta Mahkamah Internasional, adalah bahwa negara yang menjadi anggota statuta Mahkamah internasional yang akan beracara di Mahkamah Internasional menyatakan diri untuk tunduk pada Mahkamah Internasional. Mereka tidak perlu membuat perjanjian khusus terlebih dahulu. Putusan Mahkamah Internasional mengenai yurisdiksinya, dapat diterangkan bahwa ketika terdapat sengketa mengenai yurisdiksi Mahkamah Internasional, sengketa tersebut dapat diselesaikan melalui keputusan mahkamah internasional sendiri. Di sini para pihak dapat mengajukan keberatan awal terhadap yurisdiksi mahkamah internasional. Penafsiran putusan, didasarkan pada pasal 60 statuta mahkmah internasional, yang mengharuskan Mahkamah Internasional memberikan penafsiran jika diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang beracara. Permintaan penafsiran dapat dilakukan dalam bentuk perjanjian khusus antarpara pihak yang bersengketa. Perbaikan putusan, dapat dijelaskan bahwa penundukan diri pada yurisdiksi Mahkamah Internasional dilakukan melalui pengajuan permintaan. Syaratnya adalah adanya fakta baru novum yang belum diketahui Mahkamah Internasional pada saat membuat keputusan. Hal tersebut sama sekali bukan karena kesengajaan dari para pihak yang bersengketa. Mahkamah Internasional memutuskan berdasarkan hukum. Akan tetapi, Mahkamah Internasional dapat memutuskan sengketa berdasarkan kepantasan dan kebaikan apabila pihak-pihak yang bersengketa menyetujuinya. Mahkamah Pidana Internasional Mahkamah pidana internasional berdiri permanen berdasarkan traktat multilateral. Tujuan mahkamah pidana internasional adalah untuk mewujudkan supremasi hukum internasional dan memastikan bahwa pelaku kejahatan berat internasional dipidana. Mahkamah pidana internasional dibentuk berdasarkan statuta Roma pada tanggal 17 Juli 1998 dan disahkan pada tanggal 1 Juli 2002. Tiga tahun kemudian, yakni pada tanggal 1 Juli 2005 statuta mahkamah pidana internasional telah diterima dan diratifikasi oleh 99 negara. Mahkamah pidana internasional berkedudukan di Den Haag, Belanda. Komposisi Pada awalnya mahkamah pidana internasional terdiri atas delapan belas orang hakim dengan masa jabatan sembilan tahun tanpa dapat dipilih kembali. Para hakim dipilih berdasarkan dua pertiga suara majelis negara pihak, terdiri atas negara-negara yang telah meratifikasi statuta ini pasal 36 ayat 6 dan 9. Paling tidak setengah dari mereka berkompeten di bidang hukum pidana dan acara pidana, sementara paling tidak, yang lainnya memiliki kompetensi di bidang hukum internasional, seperti hukum humaniter internasional dan hukum HAM Internasional pasal 36 ayat 5. Dalam pasal 36 ayat 8 dikatakan bahwa dalam memilih para hakim, negara pihak negara peserta/anggota harus memperhitungkan perlunya perwakilan berdasarkan prinsip-prinsip sistem hukum di dunia, keseimbangan geografis, dan keseimbangan jender. Dalam pasal 39 para hakim tersebut akan disebar dalam tiga bagian yakni praperadilan, peradilan, dan peradilan banding. Pasal 42 ayat 4 menjelaskan bahwa mayoritas absolut dari majelis negara pihak akan menetapkan jaksa penuntut dan satu atau lebih wakil jaksa penuntut dan satu atau lebih wakil jaksa penuntut dengan masa kerja sembilan tahun dan tidak dapat dipilih kembali. Dalam pasal 42 ayat 3 ditetapkan bahwa para penuntut tersebut harus mempunyai pengalaman praktik yang luas dalam penuntutan kasus-kasus pidana. Jaksa dapat bertindak atas penyerahan diri negara pihak atau Dewan Keamanan, dan dapat juga berinisiatif melakukan penyelidikan berdasarkan kehendak sendiri propio motu. Prinsip yang mendasar dari statuta nama adalah Mahkamah Pidana Internasional merupakan pelengkap bagi yurisdiksi pidana nasional pasal 1. Artinya, bahwa mahkamah harus mendahulukan sistem nasional. Apabila sistem nasional yang ada benar-benar tidak mampu dan tidak bersedia untuk melakukan penyelidikan atau menuntut tindak kejahatan yang terjadi, persoalan itu dapat diambil alih di bawah yurisdiksi Mahkamah pasal 17. Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional Yurisdiksi yang dimiliki mahkamah pidana internasional untuk menegakkan aturan hukum internasional adalah memutus perkara terbatas pada pelaku kejahatan berat oleh warga negara dari negara yang telah meratifikasi statuta mahkamah. Dalam pasal 5–8 statuta Mahkamah terdapat tiga jenis kejahatan berat, yaitu sebagai berikut. Pertama adalah kejahatan genosida the crime of genocide, yakni tindakan kejahatan yang berupaya untuk memusnahkan keseluruhan atau sebagian dari suatu bangsa, etnik, ras ataupun kelompok keagamaan tertentu. Kedua adalah kejahatan terhadap kemanusiaan crimes against humanity, yakni tindakan penyerangan yang luas atau sistematis terhadap populasi penduduk sipil tertentu. Ketiga adalah kejahatan perang war crimes yakni kejahatan yang dapat diterangkan sebagai berikut. a Tindakan yang berkenaan dengan kejahatan perang, khususnya jika dilakukan sebagai bagian dari suatu rencana atau kebijakan atau sebagai bagian dari suatu rencana atau kebijakan atau sebagai bagian dari suatu pelaksanaan secara besar-besaran dari kejahatan tersebut. b Semua tindakan terhadap manusia atau hak miliknya yang bertentangan dengan Konvensi Jenewa, contohnya, pembunuhan berencana, penyiksaan, eksperimen biologis, atau menghancurkan harta benda. c Kejahatan serius yang melanggar hukum konflik bersenjata internasional. Contohnya menyerang objek-objek sipil bukan objek militer, membombardir secara mambabi buta suatu desa, atau penghuni bangunan-bangunan tertentu yang bukan objek militer. d Kejahatan agresi the crime of aggression, yakni tindak kejahatan yang berkaitan dengan ancaman terhadap perdamaian. Panel Khusus dan Spesial Pidana Internasional The International Criminal tribunals and Special Courts, ICT & SC Lembaga ini adalah lembaga peradilan internasional yang berwenang mengadili para tersangka kejahatan berat internasional yang bersifat tidak permanen, artinya setelah selesai mengadili peradilan ini dibubarkan. Dasar pembentukan dan komposisi penuntut dan hakim ad hoc ditentukan berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB. Yurisdiksi atau kewenangan Panel Khusus dan Spesial pidana internasional ICT & SC menyangkut tindak kejahatan perang dan genosida tanpa melihat apakah negara dari si pelaku sudah meratifikasi statuta Mahkamah Pidana Internasional atau belum. Hal ini berbeda dengan Mahkamah Pidana Internasional yang yurisdiksinya berdasarkan pada kepesertaan negara dalam traktat multilateral tersebut. Perbedaan antara panel khusus pidana internasional dan panel spesial pidana internasional terletak pada komposisi penuntut dan hakim ad hoc-nya. Pada Panel khusus pidana internasional komposisi sepenuhnya ditentukan berdasarkan ketentuann peradilan internasional. Adapun pada panel spesial pidana internasional komposisi penuntut dan hakim ad hoc-nya merupakan gabungan antara peradilan nasional dan peradilan internasional. Contoh-contoh panel khusus pidana internasional dan panel spesial pidana internasional, antara lain adalah sebagai berikut. International Criminal Tribunal for Rwanda ICTR, yang dibentuk oleh Dewan Keamanan PBB pada tahun 1994. International Criminal Tribunal for Former Yugoslavia ICTY, yang dibentuk pada tahun 1993. Special Court for Irag SCI Toward a Trial for Saddom Hussein and Other Top Booth Leaders. Special Court for East Timor SCET. Special Court for Leone SCSL.[pi] Tagsperadilan internasional permanen yang berwenang mengadili kasus kejahatan genosida adalah pengadilan, sistem peradilan internasional, pengadilan internasional permanen yang berwenang mengadili kasus kejahatan genosida adalah pengadilan, peradilan internasional, peradilan internasional permanen yang berwenang mengadili kasus kejahatan genosida adalah, pengadilan internasional permanen yang berwenang mengadili kasus kejahatan genosida adalah, pengertian peradilan internasional, peradilan internasional permanen yang berwenang mengadili kasus kejahatan genosida 1. Mahkamah Internasional Mahkamah internasional adalah lembaga kehakiman PBB berkedudukan di Den Haag, Belanda. Didirikan pada tahun 1945 berdasarkan piagam PBB, berfungsi sejak tahun 1946 sebagai pengganti dari Mahkamah Internasional Permanen. Mahkamah Internasional terdiri dari 15 hakim, dua merangkap ketua dan wakil ketua, masa jabatan 9 tahun. Anggotanya direkrut dari warga Negara anggota yang dinilai cakap di bidang hukum internasional. Lima berasal dari Negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB seperti Cina, Rusia, Amerika serikat, Inggris dan Prancis. Fungsi Mahkamah Internasional Adalah menyelesaikan kasus-kasus persengketaan internasional yang subyeknya adalah Negara. Ada 3 kategori Negara, yaitu • Negara anggota PBB, otomatis dapat mengajukan kasusnya ke Mahkamah Internasional. • Negara bukan anggota PBB yang menjadi wilayah kerja Mahkamah intyernasional. Dan yang bukan wilayah kerja Mahkamah Internasional boleh mengajukan kasusnya ke Mahkamah internasional dengan syarat yang ditentukan dewan keamanan PBB. • Negara bukan wilayah kerja statute Mahkamah internasional, harus membuat deklarasi untuk tunduk pada ketentuan Mahjkamah internasional dan Piagam PBB. Yuridikasi Mahkamah Internasional Adalah kewenangan yang dimilki oleh Mahkamah Internasional yang bersumber pada hukum internasional untuk meentukan dan menegakkan sebuah aturan hukum. Kewenangan atau Yuridiksi ini meliputi • Memutuskan perkara-perkara pertikaian Contentious Case. • Memberikan opini-opini yang bersifat nasehat Advisory Opinion. Yuridikasi menjadi dasar Mahkamah internasional dalam menyelesaikan sengketa Internasional. Beberapa kemungkinan Cara penerimaan Yuridikasi sbb • Perjanjian khusus, dalam mhal ini para pihak yang bersengketa perjanjian khusus yang berisi subyek sengketa dan pihak yang bersengketa. Contoh kasus Indonesia degan Malaysia mengenai Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan. • Penundukan diri dalam perjanjian internasional, Para pihak yang sengketa menundukkan diri pada perjanjian internasional diantara mereka, bila terjadi sengketa diantara para peserta perjanjian. • Pernyataan penundukan diri Negara peserta statute Mahkamah internasional, mereka tunduk pada Mahkamah internasional, tanpa perlu membuat perjanjiankhusus. • Keputusan Mahkamah internasional Mengenai yuriduksinya, bila terjadi sengketa mengenai yuridikasi Mahkamah Internasional maka sengketa tersebut diselesaikan dengan keputusan Mahkamah Internasional sendiri. • Penafsiran Putusan, dilakukan jika dimainta oleh salah satu atau pihak yang bersengketa. Penapsiran dilakukan dalambentuk perjanjian pihak bersengketa. • Perbaikan putusan, adanya permintaan dari pihak yang bersengketa karena adanya fakta baru novum yang belum duiketahui oleh Mahkamah Internasional. 2. Mahkamah Pidana Internasional Bertujuan untuk mewujudkan supremasi hukum internasional dan memastikan pelaku kejahatan internasional. Terdiri dari 18 hakim dengan masa jabatan 9 tahun dan ahli dibidang hukum pidana internasional. Yuridiksi atau kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Pidana Internasional adalah memutus perkara terhadap pelaku kejahatan berat oleh warga Negara dari Negara yang telah meratifikasi Statuta Mahkamah. 3. Panel Khusus dan Spesial Pidana internasional Adalah lembaga peradilan internasional yang berwenang mengadili para tersangka kejahatan berat internasional yang bersifat tidak permanen atau sementara ad hoc dalam arti setelah selesai mengadili maka peradilan ini dibubarkan. Yuridiksi atau kewenangan darai Panel khusus dan special pidana internasional ini, adalah menyangkut tindak kejahatan perang dan genosida pembersihan etnis tanpa melihat apakah Negara dari si pelaku itu telah meratifikasi atau belum terhadap statute panel khusus dan special pidana internasional ini. Contoh Special Court for East Timor dan Indonesia membentuk Peradilan HAM dengan UU No. 26 tahun 2000.

lembaga pbb yang berwenang mengadili pelanggaran ham internasional adalah